Kerusuhan yang terjadi di PT GNI Morowali merupakan dampak kebijakan pembangunan era Presiden Joko Widodo yang salah sasaran. Mulai dari impor pekerja asing asal China hingga orientasi bisnis yang keliru.
- Kata Airlangga, Smelter Nikel Rendah Karbon di Morowali Mampu Serap 15 Ribu Pekerja
- Buntut Bentrok Morowali, Pimpinan Komisi VII Minta PT GNI Diaudit
- Jumhur Hidayat: Kerusuhan di PT GNI Morowali Utara Akibat Ketidakadilan Pekerja Lokal
Baca Juga
"Sejak awal Jokowi harusnya membatasi kehadiran pekerja asal China sebatas pekerja ahli, bukan buruh kasar. Begitu juga orientasi bisnisnya, bukan semata-mata untuk kepentingan investor tersebut," kata aktivis Syahganda Nainggolan dalam orasinya pada peringatan 49 Malapetaka Lima Belas Januari (Malari), di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Senin (16/1).
Soal pengelolaan tambang, seharusnya model pembangunannya tidak diserahkan pada investor asing secara dominan. Pelibatan investor, kata dia, cukup sebatas unsur pelengkap.
"Sebab, pertambangan dan industri smelter bukanlah industri yang rumit. Apalagi jika mempertimbangkan kesejahteraan buruh lokal, seharusnya buruh ikut memiliki proyek-proyek pertambangan tersebut melalui program ESOP (Employment Stock Option Program)," sambung Syahganda.
Syahganda mengingatkan, Indonesia seharusnya bisa belajar dari peristiwa kerusuhan Malari, bahwa investor asing tidak boleh terlalu mendominasi. Bahkan, setelah kerusuhan Malari, tutur Syahganda, Suharto dan Jepang berusaha membuat model pembangunan yang melibatkan kontrol masyarakat dan Bank Dunia di Indonesia.
"Pemerintahan Jokowi dan DPR harus mengevaluasi semua investasi asing di pertambangan kita untuk memastikan ada tidaknya potensi kerusuhan sosial di sektor tersebut, seperti yang terjadi di Morowali," tutupnya.
- Krisis Global di Depan Mata, Anis Matta Usulkan Koalisi Rekonsiliasi
- Fakta Impor Esemka dari China Merendahkan Rakyat Indonesia
- Dipuji Lavrov, Wang Wenbin: Hubungan China-Rusia Berkembang Mantap dan Sehat